Unit Transfusi Darah (UTD) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah. PMI memiliki beberapa pelayanan salah satunya adalah pelayanan transfusi darah. Pelayanan transfusi darah membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup, aman, dan mudah di akses bagi masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO), bahwa kebutuhan akan produk darah dapat dipenuhi jika jumlah darah yang disumbangkan setiap tahun sebanyak 5% dari populasi atau sekurang-kurangnya 2-3% dari populasi suatu negara (World Health Organization). Pada tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia yang diperoleh dari hasil sensus penduduk sebanyak 270,20 juta jiwa (Badan Pusat Statistik RI, 2020). Jumlah stok darah minimum yang diperlukan pada tahun 2020 sekitar 5,4 hingga 8,1 juta kantong darah. Produksi darah mencapai 4,1 juta kantong darah sehingga terdapat kekurangan sekitar 24% hingga 49% dari stok darah minimum yang dibutuhkan.
Pada saat pelaksanaan kegiatan donor darah, terdapat permasalahan utama yaitu melakukan pantauan ketersediaan stok darah minimum. Menurut rekomendasi WHO, darah dengan risiko rendah yang aman dan berkualitas berasal dari donor sukarela (World Health Organization). Ketersediaan stok darah minimum sangat ditentukan oleh sumbangan rutin dari sukarelawan yang sehat (Darwiche, Feuilloy, Bousaleh, & Schang, 2010). Keluaran yang dihasilkan adalah berupa perbandingan tingkat akurasi dari beberapa algoritme sehingga UTD PMI belum dapat menggunakan secara langsung. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan implementasi dalam bentuk aplikasi yang dapat melakukan prediksi segmentasi perilaku donor darah yang berpotensi donor darahnya kembali atau tidak berdasarkan riwayat transfusi darah sebelumnya.